Quarter Life Crisis Di Usiamu

Desember 24, 2017

    The Quarter Life of Crisis bisa diartikan masa dimana seseorang menginjak usia antara 15-25 tahun. Ya, usia ini adalah usia dimana manusia ingin merasa bahagia di hidupnya. Tentu saja, kadar bahagia tiap orang berbeda". Teman" bisa cari tahu lebih lanjut tentang pembahasan ini dari referensi lain. Salah satunya ini : https://www.hipwee.com/motivasi/quarter-life-crisis-yang-kerap-menghampiri-anak-muda-umur-25-an/. Sedikit saya review dari referensi tersebut, dijelaskan bahwa ada beberapa hal yang akan dialami oleh seseorang yang memasuki fase Quarter Life Crisis (QLC), diantaranya :
1. Bimbang Belum Lulus/Bimbang “Kerja Atau S2?"
    Kebimbangan soal pendidikan kerap menyapa banyak anak muda usia 20-an. Rasa bimbang ini bisa muncul dari kewajiban kuliah yang belum juga selesai (biasanya terganjal skripsi) atau juga bisa bersumber dari kebingungan apakah perlu melanjutkan pendidikan ke tingkat selanjutnya. Di umur ini, barulah matamu tebuka soal betapa pentingnya pendidikan. Diam-diam kamu bersyukur, selama ini ayah dan ibumu getol mengingatkanmu untuk terus rajin belajar. Kalau tidak, mungkin sekarang kamu tak lebih dari remah-remah rempeyek yang tertinggal di dasar toples.
2. Di Umur Ini, Kamu Akan Galau Soal Pilihan Pekerjaan
    Orang tua masih gigih pada pendapat mereka, bahwa PNS adalah sebaik-baiknya pekerjaan. Sementara kamu merasa gaji yang ditawarkan oleh pekerjaan sebagai abdi negara tak sebanding dengan gaji di bidang swasta. Kamu tak ingin kehilangan kenyamanan, tapi juga ingin mendapatkan pekerjaan yang mampu memberikan jaminan masa depan. Di usia inilah kegalauan terbesar soal pekerjaan akan menghampirimu. Kegalauanmu naik tingkat.
3. Kamu Membenci Pekerjaanmu, Atau Justru Sangat Mencintainya
    Selain kebimbangan soal pilihan pekerjaan, anak muda yang sudah bekerja di usia 20-an juga punya kegalauannya sendiri. Beberapa terjebak dalam pekerjaan yang dibenci setengah mati. sisanya justru mendapatkan pekerjaan yang sudah sangat sesuai dengan kata hati. Hingga susah move-on ke pekerjaan lain yang menawarkan tingkat kesejahteraan lebih tinggi.
4. Kamu Mulai Tertekan Saat Satu Persatu Temanmu Mulai Menikah
    Satu teman menikah, kamu masih datang dengan persiapan yang mumpuni. Berdandan, bawa kado, mulai memilih dan mempersiapkan baju dari sepekan sebelumnya. Tapi keadaan berubah saat dalam satu hari kamu mulai menghadiri 2 sampai 3 undangan sekaligus. Di umur 20-an undangan menghadiri acara pernikahan memang jadi agenda rutin setiap akhir pekan. Disadari atau tidak, melihat satu persatu teman mulai menikah sedikit banyak membuatmu tertekan. Terlebih jika kehidupan romantismu belum jelas saat itu. Rasanya seperti tertinggal.
5. Kalau Kamu Punya Pacar, Kamu Mulai Bertanya-Tanya: “Apakah Dia Bisa Diajak Serius?”
    Matamu akan melirik orang yang sering jadi pendampingmu menghadiri undangan perayaan pernikahan kawan. Sembari membayangkan bagaimana jika kamu dan dia yang duduk di pelaminan. (bagian ini jujur membuat saya senyum-senyum sendiri, enggak tahu kenapa toh hehe).
6. Sementara Jika Kamu Belum Punya Pacar, Kamu Akan Getol Mencari (Dan Dicarikan)
    Beberapa orang akan getol mencari pasangan di usia yang satu ini. Caranya bisa macam-macam: minta dikenalkan teman, melihat buku kenangan SMA dan mencari cinta lama yang belum tercapai, sampai ikut situs perjodohan yang lazim ditemukan di internet. Keluarga dan orang-orang terdekat pun tidak jarang campur tangan. Rasanya semesta sedang berkonspirasi untuk membebaskanmu dari status jomblo (hualah saya sendiri harus senyum setengah menahan tawa di bagian ini hihihi)
7. Atau, Kamu Malah Jadi Malas Mengurus Soal Percintaan
    Ada juga kelompok yang enggan mengurus masalah percintaan di umur yang satu ini. Urusan cinta seakan sudah berada di luar orbit kehidupan. Pemahaman macam ini bisa muncul karena kekecewaan yang datang bertubi-tubi, pun juga bisa dari pengalaman disakiti dan tersakiti. Jika memilih untuk menutup mata pada urusan cinta, kamu akan mengalihkan kebutuhan tersebut pada berbagai saluran lain. Kamu bisa jadi seorang over-achiever di pendidikan dan karir, atau justru menumpahkan rasa cinta yang kamu miliki pada keluarga dan sesama manusia yang membutuhkan. Usia di fase QLC seakan jadi momen refleksi. Menyadarkanmu bahwa cinta tak melulu perkara kemesraan sepasang manusia. Masih banyak jenis cinta lain yang bisa kamu berikan dan kamu terima.
8. Semakin Merasa Terhimpit Oleh Tekanan Keluarga
    “Kamu jadi PNS aja, dong.”
    “Kapan lulus?”
    “Kapan nikah?”
    “Pacarnya mana?”
    “Kamu kerja yang mapan aja.”

    Pertanyaan dan pernyataan macam di atas makin sering menyapa hari-harimu. Kamu merasa dikejar oleh waktu, ditekan dari kanan dan kiri dengan berbagai harapan yang digantungkan orang-orang terdekat padamu. Di titik ini akan banyak obrolan dengan diri sendiri yang terjadi dalam dirimu. Tanpa banyak suara, kamu berusaha bepikir keras untuk menemukan jalan tengah terbaik bagi tuntutan keluarga dan keinginan pribadimu.
9. Walau Kadang Kesal Pada Keluarga, Sebenarnya Kamu Ingin Membuat Mereka Bangga Dan Bahagia
    Keluargamu memang banyak menuntut dan tidak jarang membuatmu sakit kepala. Namun jauh di lubuk hatimu, kamu hanya ingin membuat mereka bangga dan bahagia. Ada rasa perih dalam dirimu setiap tidak bisa memenuhi harapan-harapan yang mereka tujukan padamu. Sebenarnya tanpa disadari, ada konflik besar yang sedang terjadi dalam dirimu. Kamu ingin ayah-ibumu tersenyum melihatmu mapan secara finansial, tapi bukan lewat jadi PNS-lah cara yang ingin kamu lakoni. Benturan antara keinginan pribadi dan keinginan untuk memenuhi harapan keluarga akan terus bergejolak dalam dadamu sampai batas waktu yang belum bisa ditentukan.
10. Kamu Ingin Mandiri Dan Tidak Lagi Jadi Beban Keluarga, Tapi……
    Egomu sebagai orang dewasa sudah tinggi, kamu tidak lagi nyaman bergantung pada orang lain. Kamu sudah ingin bisa mampu memenuhi berbagai kebutuhanmu sendiri, tanpa merepotkan orang tua dan keluargamu. Namun ada beberapa hal yang secara logis belum bisa kamu lakukan. Gajimu sebagai fresh graduate belum cukup untuk DP motor atau mobil yang kamu perlukan sebagai alat transportasi sehari-hari. Sesekali orang tuamu juga masih turun tangan membantu jika kamu terkapar sakit di kamar kos sampai tidak mampu keluar beli makan. Ada rasa tidak enak saat (lagi-lagi) harus merepotkan kedua orang tuamu yang kini kian menua. Namun dari pengalaman-pengalaman macam inilah kamu sadar bahwa kebaikan mereka tidak akan pernah bisa dibayar dengan apapun. Seumur hidup kamu akan punya hutang budi atas jasa-jasa mereka padamu selama ini.
11. Ada Rasa Takut Kalau-Kalau Kamu Tidak Bisa Sukses
    Melihat rekan sejawat di sekeliling yang nampak sudah mapan dengan hidupnya membuatmu mempertanyakan nasibmu sendiri. Akankah kamu sesukses mereka dalam hidup? Apakah kenyamanan hidup juga bisa kamu rasakan? Haruskah kamu mengikuti apa yang mereka lakukan agar bisa mendapatkan pencapaian yang sepadan? Di depan matamu berkelebat bayangan orang tua yang sangat ingin melihatmu sukses. Terbayang betapa banyak pengorbanan yang  telah mereka berikan untukmu, betapa ingin kamu membalasnya dengan keberhasilanmu.
12. Kamu Mulai Bertanya-Tanya, “Hidup Macam Apa Sih yang Ingin Aku Jalani?”
    Di usia seperempat abad ini banyak pertanyaan-pertanyaan substansial tentang kehidupan yang tiba-tiba muncul di otakmu. Kamu mulai mempertanyakan tujuan hidup yang ingin kamu capai, gaya hidup macam apa yang ingin kamu lakoni, sampai ke kebahagiaan seperti apa yang ingin kamu raih dalam hidup. Berkaca dari berbagai contoh nyata di depan mata, kamu pun memutuskan untuk membangun hidup sesuai dengan nilai-nilai yang kamu yakini. Namun di saat bersamaan kamu pun masih merasa bimbang, belum sepenuhnya yakin bahwa jalan ini akan membawa kebaikan.
13. Galau Menjalani Idealisme vs Realita Hidup
    Di masa kuliah kamu adalah aktivis anti penanaman modal asing dalam bidang energi. Kamu adalah garda terdepan yang siap melawan setiap ada perusahaan asing di bidang energi mendapatkan izin operasi di Indonesia. Pendapatmu telah kukuh, energi adalah hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak — maka sepantasnya bidang ini dikuasai oleh negara. Namun hidup sedang berkelakar padamu, selepas lulus kamu malah diterima di perusahaan Oil and Gas asing ternama. Gaji dua digit dan berbagai tunjangan akhirnya membuatmu menyerah. Bertolak belakangnya idealisme dan realita yang kamu jalani membuatmu bertanya-tanya, apakah keputusan yang kamu ambil ini sudah tepat? Apakah ini artinya kamu jadi pecundang karena tidak bisa mempertahankan nilai yang selama ini kamu yakini?
14. Kamu Sedih Karena Sadar Kini Temanmu Makin Berkurang
    Sebelumnya kamu adalah orang yang tidak pernah kesepian, selalu ada teman yang siap mendampingi dalam setiap kesempatan. Mulai dari sekedar makan, jalan-jalan, sampai berbagi cerita ketika ada masalah. Tapi di usiamu yang semakin bertambah, kamu memandang daftar panjang nomor kontak teman-teman di ponselmu dan menyadari: hanya sedikit dari mereka yang terus berhubungan denganmu hingga hari ini. Ada rasa sedih dan menyesal saat kamu akhirnya tahu bahwa beberapa ikatan pertemanan berakhir karena kealpaanmu menjaganya. Namun dari kejadian ini juga matamu terbuka, pertemanan memang membutuhkan usaha. Kamu harus menyisihkan waktu dan tenaga untuk melanggengkannya.
15. Makin Sepinya Hidup Membuatmu Rindu Pada Masa Kuliah dan Masa SMA
    Kamu mulai memanggil kembali kenangan-kenangan manis semasa kuliah dan SMA. Termasuk pencapaian-pencapaian yang ada di dalamnya.
16. Demi Mengatasinya, Kamu Akan Membuka Diri Pada Berbagai Tantangan Baru
    Ada satu hal unik yang banyak dilakukan oleh anak muda usia 20-an. Kebanyakan dari mereka senang melakukan hal-hal menantang yang selama hidup belum pernah dilakukan. Atau, jadi getol menggiati hobi yang selama ini hanya dilakoni setengah hati. Hal ini dilakukan demi membuat sisi kosong dalam dirinya kembali “penuh”. Rasa sepi karena teman-teman main mulai menipis digantikan oleh keceriaan traveling bareng teman kantor. Rasa lelah dari pekerjaan yang menumpuk dibayar dengan membeli pernak-pernik hobi yang selama ini diidamkan. Selalu ada cara untuk mengakali pahitnya kehidupan.
17. Pada Akhirnya Kamu Sadar, Ini Hanya Salah Satu Fase yang Harus Dilewati Demi Membentukmu Jadi Pribadi yang Lebih Awesome!
Sumber :  https://1shelflife.wordpress.com/
    Akhirnya kamu sadar, krisis seperempat abad ini adalah hal yang tak terhindarkan dalam kehidupan. Lulus dari krisis ini berarti kamu sudah siap menghadapi ujian-ujian lain yang akan kembali menghadangmu nanti. So, chill aja! Ini cuma cara Dia mendidikmu biar jadi lebih awesome nantinya. Jika saat ini kamu sedang menghadapi krisis seperempat abad ini, dijalani saja. Tenang dan lakukan yang terbaik. Kalau sudah tiba waktunya, pasti ada pelajaran yang bisa kamu dapatkan kok dari pengalaman ini.
***
    Gimana? Ada yang kira-kira masuk kriteria "kamu banget?" hehehe. Ya itu hanya referensi saja. Bahwasanya ketika kita sedang merasakan salah satu atau beberapa dari poin diatas, harapannya kita tidak lagi harus mengeluh sana-sini. Karena memang begitulah tahapan-tahapannya secara keilmuan.
    Sedikit curcol nih hehehe, saya sendiri mengalami fase ini ketika hendak melanjutkan kuliah atau kerja (selepas SMA). Ibu saya ingin anaknya jadi seorang pegawai, sedangkan saya yang masih ingin sekolah, memilih untuk kuliah-merantau. Namun, ternyata Allah belum mengizinkan saya jauh dari Ibu. Bapak kembali ke pangkuan-Nya saat saya kelas 1 SMA. Sejak itu, ada begitu banyak pertimbangan yang hadir antara saya dan Ibu. Dan itu dimulai saat fase usia saya 15 tahun. Qadarallah, keputusan harus mengikhlaskan beasiswa dari kampus di negeri seberang adalah yang terbaik saat itu. Dan Allah ganti dengan izin saya lulus di kampus sekarang tempat saya melanjutkan studi S1.
    Mengambil dari salah satu tulisan Kurniawan Gunadi di tumblr-nya. Begini tulisnya :

    "Hikmahnya, mungkin kita tidak akan menjadi seperti sekarang, tidak memiliki pemahaman hidup yg baik seperti sekarang, kalau kita tidak menjalani apa yang sedang kita jalani. Bahwa mungkin apa yang sedang kita miliki hari ini, mungkin tidak akan pernah menjadi milik kita bila kita berada di tempat lain. Hari ini menyadari bahwa kita sudah melewati itu dan sedang menjalani konsekuensi dari keputusan yang kita ambil. Saya pun pernah merasa menjalani keputusan yang salah sampai pada akhirnya saya menyadari, bahwa pemahaman hidup itu perlu kita dapatkan dengan harga yang mahal. Kadang kita harus membayarnya dengan waktu hidup kita, dengan tenaga, dengan perasaan kecewa-sakit hati-bingung-dan sebagainya, dengan materi, dan lain-lain".

    Semoga kita dikuatkan dan diberikan jalan keluar yg baik. Bahwa sesungguhnya, tidak ada keputusan yang salah. Yang ada adalah kita salah memahami keadaan, kita gagal mendapatkan pembelajaran dari stiap peristiwa, kita gagal mengerti bahwa di atas rencana kita ada rencana-Nya yg lebih baik. Kita sering mendengar nasihat itu, tapi kita gagal menempatkan keimanan di atas keinginan hidup kita.
Apa yang tiap hari saya coba perbaiki dari diri adalah apa yang selalu saya ambil hikmahnya dari orang-orang baik di sekeliling saya. Tentu, kadar baik masing-masing orang jelas berbeda-beda. Maka, tulisan ini pun tidak bermaksud membedakan kebaikan dari versi saya atau siapapun dengan versi teman-teman. Toh, bukankah setiap kebaikan cukup dinilai oleh Dia Yang Maha Melihat ?
    Sekarang, saya (sedang menuju perjalanan) usia 21 tahun Insya Allah (semoga diberikan izin Allah untuk terus menebar kebaikan dan bermamfaat). Entah apa yang akan saya lalui kedepannya. Yang jelas, semua karena Dia. Dan tak ada alasan bagi saya untuk tidak menyertakan Allah dalam setiap urusan. Baik itu tantangan dan lain sebagainya.  
    Mengutip dari salah satu tulisan Kurniawan Gunadi (lagi) :

    "Begitu banyak hal yang harus kita selesaikan dan perbuat. Ada begitu banyak masalah yang membutuhkan kehadiran orang-orang baik. Ada begitu banyak ide yang tidak terlaksana dan butuh orang yang bersedia mewujudkannya. Ada begitu banyak wacana hadir setiap hari dalam hidup kita, butuh orang yang mau berkorban melakukannya".

    Alhamdulillah, setiap kali 'ditegur' dari hal-hal sederhana di sekitar, justru disaat itu pun saya menemukan begitu banyak orang yang sibuk di dunia nyata. Berbuat sesuatu dengan versi terbaik mereka. Bermanfaat bagi orang lain dan tidak melupakan peran dalam keluarga. Padahal mereka pun sama seperti halnya kita. Hanya saja, mereka bersedia bekerja secara nyata disaat orang lain (masih) sibuk berdebat di media sosial atau mungkin berkhayal.
    Jujur saja, itu seringkali membuat saya malu. Malu mengetahui bahwa saya tidak jauh lebih banyak berbuat dari mereka. Tapi, itu justru jadi 'pemicu' utk terus memperbaiki diri.
    Pertanyaan pun muncul :
- Sudah seberapa besar niat diri untuk berikhtiar memberi manfaat ?
- Seberapa produktifkah waktu-waktu kita?
- Seberapa peka diri terhadap kebutuhan orang lain?

    Qadarallah, semoga kita bukanlah orang dengan cita-cita selangit namun jiwanya tidak membumi. Terpenting pula yang mesti kita ingat bahwa setiap cita-cita, waktu, dan penantian adalah amanah. Ya, setiap apa yang kita genggam selama hidup ini adalah amanah yang mendatangi kita atas kehendak-Nya.
    Semoga Allah selalu membersamai. Tetap semangat jadi baik!
Medan, 24 Desember 2017.
Ruang Kerja Rizka.

Baca Artikel Yang Kamu Suka

0 komentar