Berangkat Aja Dulu (Part 2)

Januari 17, 2018

Memang, berjuang itu bukan seberapa hebat medan juangnya, tapi seberapa kuat melewati cobaannya. Satu diantaranya, datang dari sesuatu yang justru kamu sukai. Iya, keproduktifanmu dalam berkarya itu cobaannya. Iya, itu cobaannya.
***
        Well, ini adalah cerita lanjutan dari postingan “Berangkat Aja Dulu (Part 1)”. Kalau di postingan sebelumnya saya buka dengan kata-kata daebak dari Mama saya, di tulisan ini biarkan saya eksis di blog sendiri hahaha (yakali masa eksis di lapak orang, kan ngawur jadinya entar). Nah, sebelumnya kan saya cerita tentang morat-marit mencari pengalaman di Ibukota dan disambut kedatangannya dengan hujan lebat (untung enggak badai), jadi ini saya lanjutin ceritanya. Ehem ehem, mendongeng dimulai hehe.

[Malam terakhir bareng finalis].
“Malam ini... malam terakhir bagi kita. Untuk mencurahkan rasa rindu di dada.
Esok aku akan pergi lama kembali. Kuharapkan agar engkau sabar menanti.
Aku akan sabar menanti kembali. Selamat jalan dan sampai jumpa lagi”
        Jreng-jreng, tersyairlah lagu karya penyanyi dangdut legendaris Indonesia, Rhoma Irama dan Rita Sugiarto. Ini lagu bisa dibilang manisnya di zaman-zaman Mama dan Bapak saya baru ketemuan kali ya. Ya gak apa deh, kan memang apa yang dituangkan dalam lirik lagu itu kebetulan pas pula dengan perasaan saya. Aiiih aiih, bukan lagi..
        16 Januari 2018 malam, bisa dibilang ini momen yang buat saya dan teman-teman finalis memutuskan untuk tidur telat alias begadang. Terus ngapain saja kami semalaman suntuk ? Ya main. Kalau kids zaman now sih mungkin mainnya sudah yang gaul-gaul ya. Tapi kami justru milih permainan yang anak-anak able. Permainan ABC 5 DASAR, namanya. Entah siapa yang memprotokoli untuk main beginian di antara kami, yang jelas kalau rada unik-unik, absurd, dan beda dari yang lain sih saya mau. Ya kapan lagi kan bisa gila bareng-bareng teman. Beda daerah lagi.
        Permainan ini sebenarnya enggak yang gimana-gimana sekali. Saya suka saja karena selain masuk kategori permainan jadul, pun juga mengasah otak untuk berpikir cepat dan disini bakal ketahuan sejauh mana wawasan yang kita punya tentang topik tertentu. Cara bermainnya tidak sulit. Kurang lebih seperti kita bermain “Buah-Buahan” di zaman SD dulu hehe masih ingat dong ya? 
        Cukup keluarkan jari tangan seberapa yang ingin kita keluarkan. Lalu, salah seorang anggota berperan sebagai joki (istilahnya) untuk menghitung urutan abjad sesuai dengan jumlah jari tangan yang dikeluarkan oleh seluruh pemain. Misalkan, ternyata abjad H. Kemudian, disepakati nih mau topik apa yang diusung. Misalkan lagi, topiknya tentang nama-nama negara di dunia. Kemudian, masing-masing pemain harus menyebutkan nama negara yang dimulai dari huruf H, dengan cepat dan benar. Ya ini tadi yang saya bilang harus tanggap karena kalau keduluan sama pemain yang lain, maka habislah kita. Yang terakhir tidak menyebutkan maka dia yang kalah.
        Nah, kan enggak seru tuh kalau main bareng-bareng tapi enggak ada hukumannya bagi yang kalah. Jadi, kami menyepakati hukumannya adalah mukanya dicemongin alias ditepungi pakai bedak putih. Kebetulan, salah seorang finalis ada yang bedak tepungnya masih lumayan banyak, maka jadilah kita izin untuk dipakai setengah isinya.
        Singkat cerita, momen ini sangat membuat seisi hotel menjadi ramai. Hotel Sofyan Inn Tebet itu bisa dikategorikan seperti apartemen. Jadi khawatirnya saya kalau pengunjung yang lain justru terganggu, meskipun kamar para finalis diatur satu lorong paling ujung. Mungkin panitia juga sudah membayangkan bagaimana kalau kami memang rusuh. Ya contohnya saja seperti ini kan. 
        Momen malam terakhir bareng-bareng ini menghabiskan banyak gela tawa di antara kami semua. Rasanya bisa sampai bertemu dengan mereka semua adalah satu kesyukuran. Bagi saya, ini bukan berangkat untuk ikut lomba melainkan seperti gathering kampus. Statusnya saja masing-masing berasal dari provinsi beda-beda, tapi feel¬-nya itu berasa kita dari daerah yang sama. Ya melebur saja gitu. Apalagi teman-teman finalis pada konyol semua, saya pun jadi ikutan tak mau kalah (padahal memang dasarnya saya konyol juga).
        Kemudian, di tengah permainan ini, Si Komang nyeletuk, “eh siapa ya yang besok jadi pembicara bareng Pak Diaz ? Kan kata Pak Alie habis malam ini bakal dikasih tahu kan. Yoo siapa yang hapenya ada di notif sama Pak Alie ? Sudah pada cek hape belum ?”
        Tersadarkan oleh kata-kata Komang, kami semua pun membuyar sebentar. Saya berlari kecil ke kamar untuk mengecek telepon genggam yang sedang saya isi ulang baterainya. Eh tapi, sebelum hendak beranjak keluar kamar untuk bergabung dengan teman-teman yang lain, saya tertegun dengan isi pesan WA. Pak Alie Humaedi LIPI, begitu yang tertulis di layar WA. Maka, saya memberanikan diri membuka isi pesan itu.
        Rizka dan Vitorio.. mohon mempersiapkan diri untuk ikut mendamping pembicaraan bersama dengan Pak Diaz dan Bu Nuke. Besok pagi pukul 08.45 sampai dengan 11-an. Obrol santai tentang konsep kebangsaan bagi orang muda ya. Ingat yang maju belum tentu menjadi juara ya. Tks. Alie.
        Saya langsung kembali ke kamar tempat dimana teman-teman berkumpul lagi.
“Eh, aku dapat pesan WA dari Pak Alie. Kata beliau, aku sama Vito besok yang bakal mendampingi Pak Diaz dan Bu Nuke. Vito sudah baca pesannya?,” tanya saya langsung kepada Vito. 
“Belum, Riz. Hapeku di kamar. Ntaran aja deh aku bukanya. Pesannya paling sama kan ya sama punyamu juga ?,” jawab Vito.

***
[Obrol Orang Muda].
        Obrol orang muda hari ini seperti yang sudah dijelaskan oleh Pak Ali, temanya tentang makna nasionalisme di kalangan generasi millenial. Ini bisa dibilang adalah hari yang cukup membuat saya bolak-balik ke toilet. Grogi bok! Di samping saya juga first time bakal duduk sebelahan sama Staf Khusus Presiden, Pak Diaz, saya pun juga bingung mau ngomong apa hahaha. Tapi balik lagi ke niat di awal, bahwasanya saya yakin semua bakal dimudahkan kalau kita niatnya memang baik. Insya Allah. Dan Alhamdulillah semuanya berjalan lancar selama acara Obrol Orang Muda berlangsung.
 

[Pengumuman Pemenang]
        Alhamdulillah, Alhamdulillah, Alhamdulillah. Mungkin ini yang sedari kemarin Ibu saya bilang, “terkadang memang usaha itu sedikit mengorbankan diri kita, ya misalkan kayak Ika sampai jatuh sakitlah, ya disuntiklah, ya kerja dari pagi sampai malam meski dengan kondisi tubuh yang lemah sekalilah, dan yang lain-lainnya. Tapi kalau Allah uda bilang jadi¸ gak bakal ada yang bisa mengganggu keputusan-Nya”.
        Itu yang selalu saya ingat menjelang pengumuman para pemenang Lomba Esai Nasional 2018 ini. Singkat cerita, Pak Diaz memang tidak bisa berlama-lama untuk bergabung bersama kami di ruangan. Maka, pengumuman finalis pun dipercepat sekian menit. Qadarallah, Allah Maha Besar. Melalui seleksi panjang itu, di siang menjelang sore itu... tersebutlah nama saya sebagai pemenang Juara 2 Lomba Esai Nasional kali ini. 
        Saya disitu mau girang, tapi ya kan malu toh hahaha. Tapi saya coba tahan emosi kegembiraan itu dengan terus mengucapkan ‘Alhamdulillah’ berulang-ulang dalam hati. Kalau boleh jujur, jauh dari lubuk hati paling dalam pun saya mengakui seluruh finalis pada kesempatan kali ini adalah para pemenang. Tentunya, para pejuang! Dan satu kesyukuran yang tidak ingin saya lewatkan adalah saya bersyukur bisa mengenal 13 orang finalis dengan keberagaman yang membuat pertemuan ini begitu unik dan mengesankan. Ditambah, kesempatan saya mengenal lebih dekat LIPI seperti apa, lingkungan bekerjanya seperti apa, orang-orang di dalamnya bagaimana, dan bermunajat dalam hati untuk bercita-cita suatu saat nanti, saya ingin mengabdi sebagai peneliti disini, semoga Allah rangkul terus cita-cita ini sampai tiba dimana Ia mampukan aku untuk mengemban amanah itu. Amin Allahumma Amin.
        Qadarallah, rasanya Allah kasih kejutan dengan bonus-bonus yang tak kalah menarik. Tapi justru menurut saya ini adalah ujian. Ada orang yang diuji pada rasa syukurnya. Ada juga yang diuji atas kesabarannya. Maka, mau kaya, miskin, berada, kekurangan, senang, sedih, setiap orang akan diuji dengan cara masing-masing. Apa-apa yang kita hadapi selalu datang secara tidak terduga. Begitu pula dengan datangnya rezeki kita. Dan begitulah cara Allah untuk melihat rasa sabar serta rasa syukur hamba-Nya. Rencana-Nya memang selalu mengejutkan.
        Namun, yang menjadi poin pentingnya dari itu semua adalah kemauan. Ya, kemauan belajar dari segala hal mengejutkan itu. Karena dengan mau belajar, kita memahami diri kita ini rendah dan perlu meningkatkan kualitas diri. Kemudian, yang lebih penting (lagi) dari mau belajar sesuatu adalah mau belajar untuk menjadi lebih baik.
        Seperti mau belajar memberi, mau belajar sabar, mau belajar santun, mau belajar bersyukur, mau belajar menghargai waktu, mau belajar beribadah, serta berbagai kemauan untuk belajar lainnya. Sebab bagaimanapun juga, orang-orang terbaik adalah yang mau belajar untuk menjadi lebih baik.
        Akhir kata, terima kasih kepada rekan-rekan sejawat yang Insya Allah terus menjadi baik dengan versinya masing-masing. Yang tidak pernah melupakan makna dalam berperan menjadi anak bangsa yang produktif berkarya. Mudah-mudahan satu langkah kecil ini bisa bermanfaat meluas untuk siapa saja. Begitupun mampu menjadi virus kebaikan yang dapat merangkul lebih banyak tangan dalam berbuat bagi orang-orang di sekitar. Amiin Allahumma Amiin.
        Atas nama rasa syukur, sampai bertemu di perjalanan berikutnya yang Insya Allah lebih baik pula. Ditunggu kabar-kabar baiknya, rekan-rekan sejawat @pmblipi! Barakallahu.
---
Jakarta, 17 Januari 2018.

Baca Artikel Yang Kamu Suka

0 komentar