ANTARA AKTIVIS ATAU MANUSIAWI(S)

Desember 22, 2016

[Apa kabar organisasimu? Sudah berjalan sesuai koridor ketetapanNya?]

Tulisan ini saya buat untuk refleksi bagi diri saya sendiri, kemudian terutama untuk kalian wanita-wanita hebat, teman-temanku di kampus perjuangan. Dan semoga, kalian kaum laki-laki, juga bisa mengambil pandangan baru dari tulisan ini.

Teman-teman, se aktivis apapun kita, jangan lupa kewajiban utama kita kepada Allah. Beribadah kepadaNya.

Bismillahirrahmanirrahim.

Aku berasal dari niat yang sama dengan kalian. Menjadi seutuhnya pembelajar dan memanfaatkan umurku di dunia perkuliahan ini dengan sebaik yang aku mampu. Sayangnya, selama ini aku terlalu memaksakan dan sering melewati batas “mampu“ku.

Aku mengawali terjun ke dalam dunia organisasi―yang sampai pada akhirnya disebut aktivis kampus atau mahasiswa kura-kura (kuliah rapat-kuliah rapat)―di himpunan tempat pertama kali aku jatuh cinta pada pergerakan mahasiswa. Klise, semua itu berangkat dari proses yang sama-sama kita namai kaderisasi.  Aku jatuh cinta dengan bagaimana Mbak Mas ku menanamkan nilai-nilai budaya ITS. Aku diajari bagaimana berjuang, bagaimana bermanfaat bagi orang lain, bagaimana bicara di depan publik, bagaimana menjadi aku yang meninggalkan zona nyamanku. Dan hebatnya, mereka benar-benar membuatku mampu terlalu cinta pada HMTI hingga rela mengabdikan ± 4 tahunku untuk selalu melihat, HMTI sekarang sedang bagaimana, dan aku bisa apa?

Berawal dari kecintaanku pada segala hal mengenai HMTI―eksistensinya, manfaatnya, pola pikir orang-orang di dalamnya―aku secara sadar mulai mengubah kebiasaanku. Aku mulai memahami dan memegang prinsip mahasiswa, bahwa kita hanya bisa memilih dua diantara tiga: organisasi, akademik, atau waktu tidur. Dan inilah aku, yang terlalu mencintai HMTI.

Sayangnya, Allah tidak menyukai sesuatu yang sifatnya terlalu.

يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS. Al-A’raaf:31)

Dan sayangnya lagi, aku baru menyadarinya di akhir masa perkuliahanku.

Dahulu bahkan sesekali hingga kini, aku sangat terbiasa bergurau terlalu berlebihan, atau pulang terlalu malam―kadang pagi, atau tidak mengindahkan perintah orang tuaku untuk segera kembali ke rumah apabila telah selesai kuliah. Aku menganggapnya dengan pola pikir sederhana. Aku ini sedang memegang amanah. Sedang berusaha membuat diriku bermanfaat bagi orang banyak. Sedang membuat diriku memiliki lebih banyak added value. Tapi aku rasa, aku terlalu banyak dibodohi dan membodohi diriku sendiri.

Aku membodohi diriku sendiri dengan banyak sekali melakukan maksiat yang aku tahu aku berdosa, tapi aku membiarkannya. Aku membiarkan―pernah melakukan dan bahkan membenarkan―stafku yang memalsukan tanda tangan untuk pencairan dana. Dan lagi, aku merasa dibodohi dengan merasa kepentingan organisasiku ini di atas segalanya. Staf dan kabinetku beralasan terlambat ikut forum karena ketiduran? Aku mudah suudzon dan bilang, “Halah bilang aja sengaja tidur.“ Semua itu kemudian berujung pada marah dan kesal yang kuungkapkan di forum. Kalau saja saat itu ada pengurus himpunanku―yang memang ada kepentingan lain yang tidak mampu ditinggalkan―merasa terdzalimi oleh amarahku, sudah berapa banyak tabungan dosaku sekarang?

Belum lagi aku yang melaksanakan forum―atau membiarkan forum terlaksana―tanpa memperhatikan jam shalat Isya‘. Karena merasa “Ah waktunya kan panjang“, aku tidak berniat menghentikan forum yang jalannya sebelum adzan Isya‘ ketika Hayya 'alash Sholāh terdengar.

Di setiap kegiatan hingga larut malam,
untuk setiap orang,
yang tidak melaksanakan shalat Isya‘ tepat waktu,
kemudian sepulangnya ia langsung tidur,
dan baru terbangun saat waktu Subuh,
sehingga kehilangan shalat Isya‘-nya,
berapa banyak dosa yang harus aku tanggung,
karena aku sebagai pemimpinnya,
tidak membiarkan mereka mengambil jatah waktu bicaranya kepada Allah?

Lagipula, bukankah ibadah merupakan satu dari empat jenis izin yang diperbolehkan? Dan shalat berjamaah itu ibadah bukan?

Atau mengenai forum atau rapat sampai pagi. Aku ini kan wanita. Dan wanita itu tidak sepantasnya pulang terlalu larut tanpa mahramnya. Maka aku hingga kini masih seratus persen hak orang tuaku. Bukan hak organisasiku, prokerku, rapatku. Dalam islam, genderku ini sangat dihormati. Dijunjung tinggi kemuliaannya.

اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ ، فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ ، وَإِنَّ أَعْوَجَ شَىْءٍ فِى الضِّلَعِ أَعْلاَهُ ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ ، وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ ، فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ
“Berbuat baiklah pada para wanita. Karena wanita diciptakan dari tulang rusuk. Yang namanya tulang rusuk, bagian atasnya itu bengkok. Jika engkau mencoba untuk meluruskannya (dengan kasar), engkau akan mematahkannya. Jika engkau membiarkannya, tetap saja tulang tersebut bengkok. Berbuat baiklah pada para wanita.” (HR. Bukhari no. 3331 dan Muslim no. 1468).

Maka kemudian aku tidak mampu membayangkan bagaimana dahulu, di masa Rasulullah, wanita yang pergi ke masjid akan lebih dahulu pulang ketika shalat sudah usai. Alasannya, mereka tidak mau dilihat oleh laki-laki. Sedangkan aku? Semakin terlihat dan terkenal aku semakin puas, semakin merasa bermanfaat. Padahal kalau ditelisik lebih jauh, dan perlahan coba bertanya pada nuraniku sendiri. Seberapa besar sih manfaatku, manfaat organisasiku, untuk umat? Aku sendiri ragu menjawabnya. Merasa idealismeku hanya separuh saja. Baik idealisme pada dunia pergerakan mahasiswa, maupun pada ketaatanku untukNya.

Tidakkah kita takut dosa?
Tidakkah kita takut Allah tidak meridhai kita?
Tidakkah kita takut kita melakukan sesuatu yang sebenarnya fana?
Bukankah tujuan kita adalah Jannah?

Bukankah begini?
Seharusnya sebagai seorang hambaNya aku tidak melenceng dari ketetapanNya.
Seharusnya aku tidak mengorbankan waktu tidurku untuk menjadi aktivis yang mampu meraih IP gemilang. Idealnya ya aku wajib menyeimbangkan ketiganya. Karena toh tidur adalah nikmat pemberianNya. Dan tubuh ini memiliki hak untuk beristirahat, untuk dijaga, sebagai bentuk rasa syukur kepadaNya.
Seharusnya bisa mencairkan dana tanpa perlu menipu.
Seharusnya bisa forum dan rapat berjalan singkat tapi tetap sesuai tujuannya tanpa perlu mengambil hak orang lain―jam ibadahnya, jam tidurnya, jam mengerjakan tugasnya.
Seharusnya aku menjadikan kontribusiku ini sebagai ladang pahala. Bukan dosa. Seharusnya semua ini dilakukan dengan cara yang baik-baik saja, yang dalam koridor Islam, yang tidak menyalahi ketentuanNya.

Sudah terlambat?
InsyaaAllah belum. Tulisan ini bertujuan untuk mengingatkan. Karena kewajibanku sebagai seorang muslim terhadap saudaraku hanya sampai situ bukan?

Alhamdulillah,
telah kusampaikan,
telah kusampaikan.
Semoga ini bisa menjadi pengurang dosa-dosaku dan kalian.

Selamat beraktivitas teman-teman. Semoga Allah selalu memberikan hidayah bagi kita. Sesekali coba tanyakan pada diri sendiri ya, apa kabar organisasimu? Sudah berjalan sesuai koridor ketetapanNya?

[Tulisan ini diambil dari teman saya, Almira Hasna Zulfany. Terima kasih sudah menginspirasi dan mengingatkan]


Baca Artikel Yang Kamu Suka

0 komentar