• Home
    • Akademik
    • Diurna Rizka
    • Tulisan
    • _Writing Competition
    • _Blog Competition
    • _Writing Project
    • Petualangan
    [Apa kabar organisasimu? Sudah berjalan sesuai koridor ketetapanNya?]

    Tulisan ini saya buat untuk refleksi bagi diri saya sendiri, kemudian terutama untuk kalian wanita-wanita hebat, teman-temanku di kampus perjuangan. Dan semoga, kalian kaum laki-laki, juga bisa mengambil pandangan baru dari tulisan ini.

    Teman-teman, se aktivis apapun kita, jangan lupa kewajiban utama kita kepada Allah. Beribadah kepadaNya.

    Bismillahirrahmanirrahim.

    Aku berasal dari niat yang sama dengan kalian. Menjadi seutuhnya pembelajar dan memanfaatkan umurku di dunia perkuliahan ini dengan sebaik yang aku mampu. Sayangnya, selama ini aku terlalu memaksakan dan sering melewati batas “mampu“ku.

    Aku mengawali terjun ke dalam dunia organisasi―yang sampai pada akhirnya disebut aktivis kampus atau mahasiswa kura-kura (kuliah rapat-kuliah rapat)―di himpunan tempat pertama kali aku jatuh cinta pada pergerakan mahasiswa. Klise, semua itu berangkat dari proses yang sama-sama kita namai kaderisasi.  Aku jatuh cinta dengan bagaimana Mbak Mas ku menanamkan nilai-nilai budaya ITS. Aku diajari bagaimana berjuang, bagaimana bermanfaat bagi orang lain, bagaimana bicara di depan publik, bagaimana menjadi aku yang meninggalkan zona nyamanku. Dan hebatnya, mereka benar-benar membuatku mampu terlalu cinta pada HMTI hingga rela mengabdikan ± 4 tahunku untuk selalu melihat, HMTI sekarang sedang bagaimana, dan aku bisa apa?

    Berawal dari kecintaanku pada segala hal mengenai HMTI―eksistensinya, manfaatnya, pola pikir orang-orang di dalamnya―aku secara sadar mulai mengubah kebiasaanku. Aku mulai memahami dan memegang prinsip mahasiswa, bahwa kita hanya bisa memilih dua diantara tiga: organisasi, akademik, atau waktu tidur. Dan inilah aku, yang terlalu mencintai HMTI.

    Sayangnya, Allah tidak menyukai sesuatu yang sifatnya terlalu.

    يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
    Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS. Al-A’raaf:31)

    Dan sayangnya lagi, aku baru menyadarinya di akhir masa perkuliahanku.

    Dahulu bahkan sesekali hingga kini, aku sangat terbiasa bergurau terlalu berlebihan, atau pulang terlalu malam―kadang pagi, atau tidak mengindahkan perintah orang tuaku untuk segera kembali ke rumah apabila telah selesai kuliah. Aku menganggapnya dengan pola pikir sederhana. Aku ini sedang memegang amanah. Sedang berusaha membuat diriku bermanfaat bagi orang banyak. Sedang membuat diriku memiliki lebih banyak added value. Tapi aku rasa, aku terlalu banyak dibodohi dan membodohi diriku sendiri.

    Aku membodohi diriku sendiri dengan banyak sekali melakukan maksiat yang aku tahu aku berdosa, tapi aku membiarkannya. Aku membiarkan―pernah melakukan dan bahkan membenarkan―stafku yang memalsukan tanda tangan untuk pencairan dana. Dan lagi, aku merasa dibodohi dengan merasa kepentingan organisasiku ini di atas segalanya. Staf dan kabinetku beralasan terlambat ikut forum karena ketiduran? Aku mudah suudzon dan bilang, “Halah bilang aja sengaja tidur.“ Semua itu kemudian berujung pada marah dan kesal yang kuungkapkan di forum. Kalau saja saat itu ada pengurus himpunanku―yang memang ada kepentingan lain yang tidak mampu ditinggalkan―merasa terdzalimi oleh amarahku, sudah berapa banyak tabungan dosaku sekarang?

    Belum lagi aku yang melaksanakan forum―atau membiarkan forum terlaksana―tanpa memperhatikan jam shalat Isya‘. Karena merasa “Ah waktunya kan panjang“, aku tidak berniat menghentikan forum yang jalannya sebelum adzan Isya‘ ketika Hayya 'alash Sholāh terdengar.

    Di setiap kegiatan hingga larut malam,
    untuk setiap orang,
    yang tidak melaksanakan shalat Isya‘ tepat waktu,
    kemudian sepulangnya ia langsung tidur,
    dan baru terbangun saat waktu Subuh,
    sehingga kehilangan shalat Isya‘-nya,
    berapa banyak dosa yang harus aku tanggung,
    karena aku sebagai pemimpinnya,
    tidak membiarkan mereka mengambil jatah waktu bicaranya kepada Allah?

    Lagipula, bukankah ibadah merupakan satu dari empat jenis izin yang diperbolehkan? Dan shalat berjamaah itu ibadah bukan?

    Atau mengenai forum atau rapat sampai pagi. Aku ini kan wanita. Dan wanita itu tidak sepantasnya pulang terlalu larut tanpa mahramnya. Maka aku hingga kini masih seratus persen hak orang tuaku. Bukan hak organisasiku, prokerku, rapatku. Dalam islam, genderku ini sangat dihormati. Dijunjung tinggi kemuliaannya.

    اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ ، فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ ، وَإِنَّ أَعْوَجَ شَىْءٍ فِى الضِّلَعِ أَعْلاَهُ ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ ، وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ ، فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ
    “Berbuat baiklah pada para wanita. Karena wanita diciptakan dari tulang rusuk. Yang namanya tulang rusuk, bagian atasnya itu bengkok. Jika engkau mencoba untuk meluruskannya (dengan kasar), engkau akan mematahkannya. Jika engkau membiarkannya, tetap saja tulang tersebut bengkok. Berbuat baiklah pada para wanita.” (HR. Bukhari no. 3331 dan Muslim no. 1468).

    Maka kemudian aku tidak mampu membayangkan bagaimana dahulu, di masa Rasulullah, wanita yang pergi ke masjid akan lebih dahulu pulang ketika shalat sudah usai. Alasannya, mereka tidak mau dilihat oleh laki-laki. Sedangkan aku? Semakin terlihat dan terkenal aku semakin puas, semakin merasa bermanfaat. Padahal kalau ditelisik lebih jauh, dan perlahan coba bertanya pada nuraniku sendiri. Seberapa besar sih manfaatku, manfaat organisasiku, untuk umat? Aku sendiri ragu menjawabnya. Merasa idealismeku hanya separuh saja. Baik idealisme pada dunia pergerakan mahasiswa, maupun pada ketaatanku untukNya.

    Tidakkah kita takut dosa?
    Tidakkah kita takut Allah tidak meridhai kita?
    Tidakkah kita takut kita melakukan sesuatu yang sebenarnya fana?
    Bukankah tujuan kita adalah Jannah?

    Bukankah begini?
    Seharusnya sebagai seorang hambaNya aku tidak melenceng dari ketetapanNya.
    Seharusnya aku tidak mengorbankan waktu tidurku untuk menjadi aktivis yang mampu meraih IP gemilang. Idealnya ya aku wajib menyeimbangkan ketiganya. Karena toh tidur adalah nikmat pemberianNya. Dan tubuh ini memiliki hak untuk beristirahat, untuk dijaga, sebagai bentuk rasa syukur kepadaNya.
    Seharusnya bisa mencairkan dana tanpa perlu menipu.
    Seharusnya bisa forum dan rapat berjalan singkat tapi tetap sesuai tujuannya tanpa perlu mengambil hak orang lain―jam ibadahnya, jam tidurnya, jam mengerjakan tugasnya.
    Seharusnya aku menjadikan kontribusiku ini sebagai ladang pahala. Bukan dosa. Seharusnya semua ini dilakukan dengan cara yang baik-baik saja, yang dalam koridor Islam, yang tidak menyalahi ketentuanNya.

    Sudah terlambat?
    InsyaaAllah belum. Tulisan ini bertujuan untuk mengingatkan. Karena kewajibanku sebagai seorang muslim terhadap saudaraku hanya sampai situ bukan?

    Alhamdulillah,
    telah kusampaikan,
    telah kusampaikan.
    Semoga ini bisa menjadi pengurang dosa-dosaku dan kalian.

    Selamat beraktivitas teman-teman. Semoga Allah selalu memberikan hidayah bagi kita. Sesekali coba tanyakan pada diri sendiri ya, apa kabar organisasimu? Sudah berjalan sesuai koridor ketetapanNya?

    [Tulisan ini diambil dari teman saya, Almira Hasna Zulfany. Terima kasih sudah menginspirasi dan mengingatkan]


    Continue Reading
    Assalamualaikum warrahmatullah wabarakatuh. Wihiii, sudah lama tidak bersapa ya kawan-kawan blogger yang terus berkarya. Maafkan aku, sebab akhir-akhir ini memang cuaca di luar rumah sedang naik-turun dan sempat terkena sakit beberapa hari, bahkan hingga hari ini (ini ngadu biar ada yang merhatiin hehehe). Iya, sakit sedikit saja sih tapi Insya Allah tidak sampai yang gimana-gimana kok. Tidak perlu khawatir, karena Rizka masih tetap menemani kalian melalui tulisan-tulisan sederhana.
              Baiklah, kali ini isi tulisannya diilhami oleh pertanyaan seorang teman seperjuangan. Kita adalah teman beda provinsi, tapi selalu berasa dekat di hati. Karena kita saling stalking media sosial masing-masing hehehe (kepedean nih aku). Her name is Naillasari. Ketemu sama Naila itu waktu di kegiatan Parlemen Remaja Nasional 2013. Jadi kan ya, beberapa waktu lalu itu Naila ada ngajakin aku buat diskusi di salah satu media sosial yang lagi hits pakai stiker hahaha. Maafkan aku ya Naila karena tidak dibalas. Aku berpikir bahwa tidak efisien bila dijawab di obrolan itu karena pasti jawabannya panjang banget hehe. Semoga tidak merasa dikecewakan setelah membaca tulisan ini karena jujur saja aku memang sudah menyiapkan jawabannya melalui tulisan di blog ini supaya kamu mudah untuk review kalau-kalau kamu lupa hehehe.
              Pertanyaan kamu waktu itu sungguh sangatlah sederhana, tapi bagi aku sangatlah komplikasi hahaha. Mengapa ? Karena aku merasa ilmuku belum begitu mumpuni untuk menghadirkan jawaban-jawaban yang super duper bertanggung jawab atas pertanyaanmu. Tapi kebetulan aku tipe orang yang tidak tahu malu hehehe, jadi gak apa-apa ya kalau aku sedikit bantu. Yang baik silahkan diambil, sedangkan yang tidak baik silahkan dibuang hehe.
    ***
              Naila bertanya, “Kak, bagaimana caranya menjadi seorang penulis yang baik versi kakak?”. Ceilah pakai acara versi-versian, yakali aku punya versi keren banget hehehe. Mungkin maksud Naila adalah gimana ceritanya awal mula aku bisa mencintai dunia literasi ini sampai berani-beraninya nulis buku dan berkeinginan buat jalan-jalan keliling dunia secara gratisan. Jadi Naila, aku ini adalah tipe penulis yang tidak tahu diri. Mohon jangan ditiru hehe. Tapi kalau mau ditiru, hayuk kita bersatu padu jadi pengelana yang suka gratisan wkwkwk.
              Alhamdulillah, aku memulai karir di bidang literasi saat usia 15 tahun. Usiaku segitu saat Almarhum Ayahku meninggal dunia. Bagiku dahulu, Ayah adalah buku harianku. Hari-harinya, aku tidak sedikit pun lepas dari inspirasi nasihat-nasihat Ayah. Ibaratkan sebuah buku catatan harian atau kita sebut dengan diary, ya itulah caraku menggambarkan sosok Ayah dalam keseharianku. Saat tahu kalau Ayah memang sudah tidak bisa menjadi temanku berbicara dan berbagi kisah, aku mengembalikan perumpamaan buku catatan itu ke dalam sebuah lingkup lebih luas. Mengapa tidak aku persempit ? Iya, karena bagiku kisah Ayah lebih luas dari itu. Maka sekalian saja aku pelajari ilmu-ilmunya lebih luas lagi, biar aku bisa merasakan bahwa Ayah akan tetap hidup. Di hatiku, melalui penaku, bersama tulisanku.
              Bagaimana pada akhirnya aku berujung menjadi seorang penulis muda?
              Karena kecintaan itu membuatku bisa berenang sesuka hati. Tidak dibatasi oleh gaya apapun karena aku bisa menciptakan gayaku sendiri. Menjadi penulis, aku tidak takut kehilangan jati diri. Aku tidak takut kehilangan orang lain, orang-orang terdekatku, otak berpikirku, dan jiwa-jiwa petualangku. Menjadi penulis, aku menjadi diri sendiri, tanpa paksaan ataupun pernyataan tertulis “tanpa paksaan” dengan materai 6000. Aku bebas! Jadilah orang yang bebas, dengan menulis!
              Kembali kepada pertanyaanmu terkait tips-tips menjadi penulis.

    1.    Mulailah menulis cerita-cerita dari kejadian di sekitarmu.
    Setiap hari, rutinitas harian membuat kita penat. Setuju ? Iya, aku setuju dengan pernyataan itu. Dua puluh empat jam dalam satu hari dan (mungkin) ada lebih dari dua puluh empat (pula) gerakan yang kita lakukan untuk menyelesaikan satu kegiatan saja. Bukan hanya badan yang penat, tapi pikiran juga. Hati-hati bila sudah pikiran menjadi penat. Karena kemungkinan untuk berpikir jernih akan sangat kecil. Solusi yang ditawarkan adalah tuliskan apa-apa saja yang sudah kita lewati seharian penuh. Bebas mau dituangkan ke dalam wadah apapun. Mau diary-boleh, mau buku sele-sele-boleh, mau di laptop/komputer-boleh, mau di binder kampus-boleh. Asal tidak nulis di baju saja ya, kawan-kawan hehehe. Selama bentuknya adalah kertas yang bisa dipakai untuk oret-oretanmu, silahkan untuk digunakan. Nah, kemungkinan lain yang terjadi di tips ini adalah rasa malas dan ngantuk. Kalau dua penyakit ini, ya aku sendiri juga sering kena petulahnya hehehe. Enggak bisa dipungkiri memang kalau sudah seharian beraktifitas dan akhirnya lelah-ngantuk-malas nulis (nahloh(?)).

    Dibalik fakta dan masalah, tentu ada solusinya. Biasanya, usai pulang beraktifitas, aku bersih-bersih diri, dan membuat diriku nyaman dulu dengan menjalankan ibadah. Usai itu, aku konsumsi makanan favorit. Apa itu ? Cokelat, roti cokelat, kismis cokelat, susu cokelat, permen cokelat. Semua tentang cokelat deh hehehe. Menurut penelitian, cokelat bisa mengembalikan mood seseorang yang hampir surut. Nah, kalau kamu merasa diri kamu mau menulis tapi rasa kantuk dan malas mulai buat ulah, silahkan konsumsi makanan favorit kamu. Selain sebagai teman menulis, ya itu juga berguna untuk mengalirkan semangatmu ke dalam setiap goresan-goresan tulisanmu. So, semangat ya!

    2.     Tulis saja dengan kata-katamu sendiri. Jangan lupa untuk sertakan tanggal penulisan, gambarkan juga bagaimana situasi kondisi yang kamu alami dengan kata-kata asik ala kamu.
    Nah, terkadang kalau sudah menulis itu suka mentok kan ya hanya gara-gara kita bingung bagaimana kata-kata selanjutnya supaya tidak mati alur. Wah ini nih yang kebanyakan membuat calon penulis muda jadi mati kutu. Kemungkinan besar, ini dikarenakan ekspektasi di awal menulis yang terlalu tinggi. Kita boleh membuat sebuah harapan tinggi, tapi toh tidak melupakan realistis tentang kemampuan kita. Acapkali ini dikarenakan kurangnya kosa kata dari diri si penulis. Sekalinya ngebaca tulisan-tulisan orang lain, duh rasanya pengen buat begitu yakan ya. Iya, aku juga dulu begitu kok.

    Kebiasaan yang buruk bukan berarti menempah kita menjadi pribadi buruk untuk seterusnya. Pasti ada proses. Proses juga perlu waktu. Hemm, solusi yang aku tawarkan untuk satu ini adalah gunakan kata-kata santai ala diri sendiri. Alias buat ciri khas sendiri. Kalau misalnya kita senang dengan kata-kata santai, sok atuh lanjutkan. Kalau misalnya kita senang dengan kata-kata bijak, hajar bos! Kalau misalnya kita senang dengan kata-kata sendu melagu, silahkan untuk bermuram durja-berbahagia riang dengan itu semua. Selama itu membuat kamu nyaman, don’t be like another because you are what you think, read and write. Tulisanmu menggambarkan dirimu. Jadi, jangan takut. Karena tulisan selalu punya penggemarnya. Niatkan positif ya.

    3.     Baca ulang tulisanmu.
    Sudah selesai nih ceritanya tulisanmu, ciyeee kece banget hehehe. Selamat buat kamu yang sudah memasuki tahap ketiga ini. Tandanya, kamu sudah hampir menyelesaikan tulisanmu atau bahkan sudah menyelesaikan satu-dua-tiga tulisan. Huaaaah!! Great job!

    Nah, tips yang ketiga adalah baca ulang tulisan yang sudah kita buat. Kebiasaan yang sering dilupakan para calon penulis muda adalah merasa kepedean sampai lupa intropeksi diri sendiri hehehe. Dimulai dari hal sederhana yaitu penulis harus bisa berada pada dua sisi. Pertama, sebagai penulis. Kedua, sebagai pembaca.

    Tulisan yang kita buat, bukan kita saja loh yang mau baca. Atau bahkan orang-orang terdekat kita saja loh yang mau komentar baik. Di luar sana, banyak yang bisa mengkritik tulisan-tulisan kita. Maka dari itu, baca ulang tulisan kita. Perhatikan ejaan dan tanda baca. Posisikan sudut pandang tulisan supaya enak dibaca oleh para pembaca, apalagi kategori pembaca yang kita jadikan sebagai target pembaca tulisan kita. Ayo, check your writing again! Jangan malas yaaa hehehe.

    4.     Jika sudah pede, buat genre tulisanmu lebih luas lagi. Semisal, tentang kondisi teman-temanmu, atau saudara terdekatmu, atau bahkan orang tuamu.
    Sudah banyak nih tulisan-tulisanmu dan lagi-lagi kamu kejebak masalah. Aduh, apalagi sih masalahnya ? Hemm, masalahnya adalah kamu merasa objek tulisanmu itu-itu saja. Waaah, sepertinya kamu butuh piknik hehehe. Tenang-tenang, kamu harus ubah mindset kamu bahwa penulis selalu punya ide meskipun hanya dihadapkan pada satu buah kotak di depannya. Menulis itu butuh inspirasi dan inspirasi ada dimana-mana.

    Ketika kamu sudah selesai menceritakan tentang dirimu sendiri beserta apa-apa saja yang kamu kerjakan, maka mulailah membuka wawasan tulisanmu lebih dalam lagi.... lebih dalam lagi.... lebih dalam lagi.... (eh, kayak hipnotis ya hehehe). Iya, seperti pengalamanku. Aku memulai menuliskan tentang teman-temanku di kampus tentang bagaimana karakter mereka dan hal-hal menarik sampai tidak menarik yang dihabiskan bersama mereka. Sedikit kepada membuka aib sih sebenarnya, tapi kita juga tahu batasan dalam penilaian. Kalau semisal itu adalah teman dekat, ya mungkin tidak masalah. Asal juga isi tulisannya tidak menjatuhkan siapapun, melainkan memberikan semangat positif dalam jalinan pertemanan. Toh teman yang baik adalah teman yang senang bila dikritik. Itu tandanya, kita perhatian hehehe.

    Jadi, beranilah untuk menciptakan objek-objek baru dari orang-orang terdekatmu.

    5.     Mulailah memberanikan diri untuk meminta teman terdekatmu, atau orang tuamu, atau salah satu penulis yang kamu kenal, untuk baca tulisanmu.
    Penulis juga butuh dikomentari kan untuk perkembangan tulisan yang lebih baik. Jangan malu buat nerima kritikan dan saran, sebab itu sangatlah penting untuk diri si calon penulis. Mintalah teman terdekatmu, ayah atau ibumu, untuk membaca tulisanmu. Setelah itu, minta mereka untuk berkomentar atas karyamu.

    Lalu, kalau kamu malu menunjukkannya bagaimana ? Ya sejatinya, penulis memang orang-orang yang terlahir untuk memutuskan urat malunya hehehe. Jadi kalau kamu sudah berani memutuskan dan memantapkan diri untuk menjadi seorang penulis, maka take a risk. Ambil resikonya. Tidak susah kok. Hanya dengan modal nekat dan tidak malu untuk menunjukkan hasil karyamu. Bukan buat ajang pamer loh, tapi itu tandanya kita ingin ajak teman-teman yang lain untuk berkarya lebih banyak lagi daripada kita.

    Jadi, percaya deh kalau niat baik akan berujung baik meskipun harus melewati gundukan-gundukan luar biasa, dan kita juga akan dihadirkan bersama orang-orang yang sevisi-misi dengan kita. Kamu tidak sendiri, maka berbagilah! Dimulai dari tulisan pertamamu.

    6.     Perbanyak baca buku hehehe.
    Hohoho, sepertinya tips yang terakhir ini harus menjadi santapan makanan wajib bagi para penulis. Yeay, that is read!! Akan mustahil bagi seseorang untuk menjadi seorang penulis bila tidak pernah membaca. Minimal, baca tulisan, “Ini adalah Ayah Budi. Itu adalah Ibu Budi”.

    Simple is beauty, aseeek bangeeet hahaha. Iyes, menjadi cantik memang butuh yang sederhana saja. Nah, sama halnya dengan menulis. Menjadi seorang penulis yang baik dan punya ciri khas, ya dimulai dari tulisan-tulisan sederhana. Tidak perlu ingin menyerupai J.K.Rowling atau Andrea Hirata atau Dee Lestari, kalau menuliskan cerita-cerita sederhana saja tidak pernah – kalau membaca buku saja tidak mau. Ayo dong baca buku! Baca komik atau novel teenlit juga boleh selama itu bisa memicu semangat bacamu. Nah, kalau sudah banyak baca, nanti bakal ada niat supaya tulisanmu juga bisa dibaca orang kan? Habis baca, terbitlah nulis. Begitu.... hehehe.

              Astaga, ini uda panjang banget tulisannya. Sudahlah, aku akhiri saja ya kawan-kawan. Buat Naila yang akhirnya membuatku bocor sebegini panjang, terima kasih untuk pertanyaannya ya. Jangan malu-malu apalagi takut (emang aku apaan -.-) untuk nanya-nanya, Insya Allah bakal dijawab langsung kalau memang jawabannya singkat dan bakal soon reply di postingan blog sederhana ini di lain waktu.

              Jadi penulis? Siapa takut!

              Masih takut? Yah, masa kalah sih sama penulis-penulis muda di Kecil-Kecil Punya Karya. Hayoloh hehehe. Selamat berkarya! Kalau tulisanmu sudah dibukukan, punten ya buat dibagiin ke aku satu hihihi (lagi-lagi gak tahu diri akunya, maafkeun ^.^)
    Continue Reading
    Menulis adalah suatu cara untuk bicara, suatu cara untuk berkata, suatu cara untuk menyapa—suatu cara untuk menyentuh seseorang yang lain entah di mana. Cara itulah yang bermacam-macam dan di sanalah harga kreativitas ditimbang-timbang. Sebenarnya menulis itu sama dengan berbicara, hanya saja itu kamu catat. Dengan satu kata 'menulis', akan kamu temukan titik peduli dan kadar mencinta seperti apa layaknya manusia normal. Itu terekam semua di dalamnya. Two in one, kunamai. Komposisi jelas dan tidak berasa berkurang karena saling melengkapi antara dua itu. Sama seperti minum kopi, temukan letak pahitnya maka songsong pikiranmu mulai berkutat memahat kata-kata bagus untuk para peminum berikutnya. Dan komposisi itu akan menemukan titik sempurna jika kamu ada di dalamnya. Testimoni pun dirangkap.

    Menulis itu mudah. Tapi bagaimana agar tiap huruf berarti dan bisa membuat pembacamu bergerak ke arah yang lebih baik, tanpa kau gurui. Sama seperti ketika kamu melakukan hal yang disukai, meski itu berat tapi tetap saja ada nelangsa ikhlas sehabisnya. Menurutku, saat itu wawasan dan hatimu sedang bergejolak bersamaan. Segala sesuatu yang dilakukan dengan kombinasi wawasan dan hati, setidaknya itu langkah awal untuk mencerdaskan dan terpahat sampai ke hati-hati lainnya. Kalau pun hati saat itu sedang terluka, ia bisa menjadi penyembuh lukam. Karena ada kesakitan yang sembuh ketika menulis.

    Bila kau bertanya mengapa aku sanggup berkata demikian, sebab itulah nyatanya. Kubaca beberapa referensi dari novelis-novelis ternama hingga sastrawan yang membosankan kata-katanya bagiku. Cuma diawal, ke belakang justru semakin cinta. Seperti kisahnya salah satu novelis Indonesia yaitu Ibu Helvy Tiana Rosa (saudara dari novelis Asma Nadia). Ibu Helvy pernah ditanya tentang alasannya mengapa ingin menulis. Habis kubaca kisahnya, nyata alasannya pun sama denganku. Ingin selalu mendekap yang dicinta dengan erat lewat kata-kata.

    Menulis adalah sebuah keberanian. Berani untuk menuntut diri supaya enggan bungkam. Ketika hati harus terbungkam, maka sastra dituntut untuk berbicara. Hal sederhana dalam hidup manusia adalah membaca, menulis dan berdoa. Bagiku, itu ketiga hal yang menjawab. Jawaban untuk sebuah pengakuan, bahwa yang sederhana itu tidaklah murahan.

    Jarang orang mau mengakui, kesederhanaan adalah kekayaan yang terbesar di dunia ini, suatu karunia alam. Dan yang terpenting diatas segala-galanya ialah keberaniannya. Kesederhanan adalah kejujuran, dan keberanian adalah ketulusan. 

    Bicara tentang sebuah keberanian, kalap tak lepas dari sebuah kekuatan. Belajar tentang keberanian dan kekuatan. Karena ada begitu banyak nikmat yang akan Allah berikan, jika kita berjuang untuk bangkit dan melawan ketakutan diri sendiri. Kembali tentang sebuah ketulusan sering diartikan dari pemahaman lima indera. Yang paling dominan adalah mata. "Andai matamu melihat aku, terungkap semua isi hatiku", seperti tertulis dalam salah satu lirik lagu dari band asli Indonesia. Jauh ketika melalui pengamatan, akan terungkap sebuah fakta bahwa apa yang tertulis adalah apa yang dirasakan. Lebih bermakna dari hanya sebuah tatapan. Saat mata bisa berbohong, maka tulisan tidak.

    Kita semua harus menerima kenyataan, tapi menerima kenyataan saja adalah pekerjaan manusia yang tak mampu lagi berkembang. Karena manusia juga bisa membikin kenyataan-kenyataan baru. Kalau tak ada orang mau membikin kenyataan-kenyataan baru, maka “kemajuan” sebagai kata dan makna sepatutnya dihapuskan dari kamus umat manusia.

    Ambil saja dari bagianku. Awal karir menulis itu karena sejatinya ada luka. Sejak menulis, aku merasakan itu terkikis sedikit demi sedikit. Aku tak butuh menghabiskan banyak uang di tempat mewah lalu bermain dan tertawa, habis itu lupa. Cukup bagiku, menulis. Suatu cara untukku berbicara. Pada masa lalu, masa sedang berlangsung dan masa depan. Padamu yang pernah kucinta, yang sedang kucinta dan yang akan kucinta hingga akhir.

    Setiap kali menulis, semua peristiwa terasa dekat kembali, seolah aku mengalaminya lagi. Sungguh sangat nikmat. Untuk pertama kalinya aku mengikhlaskan apa yang aku alami. Untuk pertama kali aku memahami dan menerima dengan hati bahwa apa yang aku inginkan tak selalu menjadi kenyataan. Ada kekuatan yang Maha, yang menentukan ujung semua jalan. Ada pelajaran-pelajaran yang ingin Ia sampaikan dengan cara-Nya sendiri. 

    Lepaskanlah, maka semoga yang lebih baik akan datang. Lepaskanlah, maka semoga suasana hati akan menjadi lebih ringan. Sosok laki-laki di masa silam itu, ingin kuajak bicara melalui tulisan ini. Aku takkan menyamaratakan, sebab lelaki yang baik akan selalu ada. Dunia tidak akan kehabisan orang-orang baik.
    Semoga dia mengetahui, bahwa aku pun mendoakan bahagianya. Kenangan adalah bukti terbaik untuk mengatakan tidak ada yang utuh di bumi ini, bahkan kehilangan. Cukuplah doaku yang tahu betapa aku telah mengikhlaskan. 

    Jadi, tulislah sesuatu yang mudah, yang dikuasai, dan yang sederhana. 
    Karena menulis, suatu cara untuk bicara.


    "Kau menulis. Maka suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari."
    (Pramoedya Ananta Toer)
    Continue Reading
    Newer
    Stories
    Older
    Stories

    Searching

    • ABOUT ME

    Media Sosial

    • Tumblr
    • Facebook
    • Twitter
    • Instagram

    HUBUNGI SAYA DENGAN EMAIL

    Nama

    Email *

    Pesan *

    Pengunjung

    Pict of Me

    Pict of Me

    Catatan Berkarya



    Recent Post

    • Esai Seleksi Beasiswa Karya Salemba Empat
    • Esai Diri (Program Friendship From Indonesia 2017, China - Malaysia)

    Arsip Blog

    • ►  2022 (1)
      • ►  Januari (1)
    • ►  2021 (1)
      • ►  November (1)
    • ►  2020 (3)
      • ►  Desember (1)
      • ►  Agustus (1)
      • ►  Juni (1)
    • ►  2019 (8)
      • ►  Desember (2)
      • ►  November (1)
      • ►  Oktober (1)
      • ►  September (2)
      • ►  Juli (1)
      • ►  Juni (1)
    • ►  2018 (6)
      • ►  Desember (1)
      • ►  Agustus (1)
      • ►  April (2)
      • ►  Januari (2)
    • ►  2017 (21)
      • ►  Desember (5)
      • ►  November (2)
      • ►  Oktober (2)
      • ►  September (1)
      • ►  Agustus (2)
      • ►  Juli (3)
      • ►  Juni (1)
      • ►  Mei (1)
      • ►  April (3)
      • ►  Maret (1)
    • ▼  2016 (3)
      • ▼  Desember (1)
        • ANTARA AKTIVIS ATAU MANUSIAWI(S)
      • ►  September (1)
        • How To Be A Good Writer (Versi Rizka Sitanggang)
      • ►  Januari (1)
        • Menulis, Suatu Cara Untuk Bicara
    • ►  2015 (3)
      • ►  Agustus (3)

    Label

    • Blog Competition
    • Cerita Rizka
    • Diurna Rizka
    • Esai
    • Pendidikan
    • Petualangan
    • Rizka Gusti Anggraini Sitanggang
    • Tulisan
    • Writing Competition
    Instagram LinkedIn

    Created with MRIL BeautyTemplatesDistributed By Rizka Sitanggang

    Back to top