Essay Parlemen Remaja Nasional 2013 "DPR dalam Kontribusi Pembangunan"

Agustus 11, 2015

DPR DALAM KONTRIBUSI PEMBANGUNAN
Dewasa ini, pembangunan di Indonesia mengalami kemerosotan dari berbagai aspek. Mulai dari aspek pendidikan, sosial budaya, hukum, ekonomi sampai aspek perubahan zaman. Kemerosotan pembangunan dipicu oleh kemerosotan lingkungan global yang terus berlangsung. Sebagai contoh, terjadinya krisis kekurangan air di seluruh dunia,  tersainginya paradigma pembangunan berkelanjutan dengan paradigma globalisasi dan krisis pembangunan berkelanjutan dimana-mana.
Globalisasi dapat terjadi dalam bentuk penyebaran teknologi-teknologi baru, termasuk rekayasa genetika yang berpotensi mempengaruhi lingkungan secara signifikan. Globalisasi telah menenggelamkan tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan dan mengutamakan butir-butir penting usulan-usulan untuk mengatasi sejumlah persoalan dalam kaitannya dengan globalisasi dan pembangunan berkelanjutan. Melihat keadaan ini, perlu dilakukannya pengelolaan global yang sesuai dan demokratis serta kesadaran dari seluruh warga negara.
Pembangunan harus berlangsung dalam situasi parameter yang terus-menerus berubah, yang secara sinambung menimbulkan perubahan persyaratan bagi pemeliharaan ketertiban dan kestabilan. Diinginkan atau tidak, pembangunan berarti urbanisasi dengan skala besar dan mobilitas yang lebih besar pada umumnya. Ini berarti terciptanya barisan tenaga kerja yang disiplin dan sangat banyak kelompok masyarakat melalui transportasi dan melalui media. Pembangunan berkelanjutan juga mencakup kepentingan sarana-prasarana sosial suatu negara. Satu kondisi penting bagi pertumbuhan itu sendiri, sama sekali tanpa memandang sistem politik atau ideologi. Lalu, ada satu titik pada proses pembangunan yang momentumnya tidak bisa dipertahankan kecuali jika terdapat keikutsertaan dan prakarsa yang aktif dan sukarela dari pihak petani serta pihak wiraswasta kecil di daerah pedesaan dan kota-kota.
Pembangunan prasarana sosial juga memerlukan desentralisasi, baik pada usaha perencanaan dan pembangunan suatu proses yang membutuhkan sangat banyak waktu serta usaha dan melibatkan banyak risiko. Akan tetapi, jantung permasalahan pembangunan terletak pada kesulitan mempertemukan kebutuhan-kebutuhan pihak pusat untuk menjatahkan secara paling rasional dan efisien sumber-sumber pembangunan dari bawah dengan unsur-unsur otonomi dan kepercayaan pada diri sendiri.
Kemudian, pembangunan berkelanjutan dari aspek pendidikan juga mengalami kemerosotan. Masalah pendidikan di Indonesia yang akhir-akhir ini muncul kepermukaan banyak berkaitan dengan mutu pendidikan baik dalam dimensi proses maupun hasilnya. Masalah ini semakin dirasakan sebagai krisis pendidikan yang meresahkan, karena banyak pendekatan pembangunan pendidikan hanya memfokuskan pada masalah kuantitas, sehingga usaha mencerdaskan kehidupan bangsa cenderung dipersempit dalam lingkup pendidikan formal dan pembelajaran yang terbatas pada perhitungan kuantifikasi dengan mengabaikan kualitas. Walaupun sekarang ini telah dilancarkan pengembangan pendidikan yang menyangkut pemerataan, kualitas, produktivitas dan relevansi, namun masalah pendidikan terus berkembang makin rumit dan terbelenggu dalam sistem yang tengah terstruktur.
Pemberlakuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Kabupaten/Kota sebagai Daerah Otonom membawa implikasi terhadap pelaksanaan otonomi dan demokratisasi dalam penyelenggaraan pendidikan. Salah satu pesan yang tertuang dalam UU No. 22/1999 adalah bahwa daerah berkewajiban menangani pendidikan yang rambu-rambunya telah dijabarkan dalam PP No. 25/2000. Persoalan mendasar dalam desentralisasi pengelolaan pendidikan adalah mengenai apa yang seharusnya dilakukan, oleh siapa hal itu dilakukan, dengan cara bagaimana, dan mengapa demikian. Melalui pengelolaan yang desentralistik, diharapkan pendidikan dapat dilaksanakan dengan lebih baik, bermanfaat bagi kehidupan daerah, bangsa,  dan negara. Melalui desentralisasi diharapkan tidak terjadi kemunduran dalam pendidikan dan tidak juga justru melemahkan semangat integrasi nasional.
Bagaimana kinerja dari lembaga parlemen yaitu DPR dalam peningkatan pembangunan mutu pendidikan di Indonesia ?. Disini akan saya kupas dari beberapa sumber referensi yang saya dapat.

Dalam harian online yang saya baca yaitu harian “SUARA MERDEKA” (16/09/13) pemerintah kembali membumikan gerakan membaca di daerah Jawa Tengah. Berikut, dibawah ini isi beritanya:
Membangun karakter bangsa dapat dilakukan antara lain melalui kebiasaan membaca, hanya pelaksanaannya di Jateng perlu pembaruan. Berkait dengan pengedepanan kembali wacana tersebut, DPR meminta kepada pemerintah pusat dan daerah merevitalisasi secara menyeluruh perpustakaan. (SM, 16/9/13).
Diharapkan melalui perbaikan pelayanan dan jaminan ketersediaan koleksi buku yang bervariasi pada masingmasing perpustakaan, bisa kembali terbangun budaya membaca pada kalangan masyarakat. Perubahan paradigma itu penting mengingat kebutuhan akan pengetahuan, selain informasi dan huburan, kini menjadi isu penting.
Dalam kunjungan kerja ke beberapa daerah di Jateng, beberapa anggota Komisi X DPR menyatakan perpustakaan masih dianggap sekadar pelengkap dan atribut pendidikan, termasuk oleh pimpinan daerah. Anggota Komisi X DPR dari daerah pemilihan Jateng Abdul Kadir Karding mengatakan saat ini perpustakaan masih dianggap ’’penampungan’’ pegawai yang kariernya sudah mandek atau mendekati pensiun.
Penulis mendukung rencana pemerintah merevitalisasi perpustakaan mengingat upaya itu merupakan salah satu langkah tepat untuk bisa merealisasikan tujuan Gerakan Nasional Indonesia Membaca. Gerakan itu saat ini sudah dilaksanakan oleh Perpustakaan Nasional (Perpusnas) atau Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI).
Sehubungan dengan wacana itu, masyarakat perlu kembali memahami hakikat buku sebagai jendela ilmu. Buku bisa memberi kontribusi pada upaya peningkatan kualitas bangsa karena bangsa yang punya minat tinggi membaca pasti memiliki sejumlah keunggulan kompetitif.
Nilai itulah yang bisa menjadi modal untuk lebih siap bersaing dengan bangsa lain. Karena itu, kita perlu mengampanyekan dan mengajari anak-anak sejak usia dini untuk gemar membaca, dan itu bisa dimulai dari lingkungan keluarga. Bahkan bila koleksi buku di rumah dirasa cukup lengkap, tidak ada salahnya membuat perpustakaan yang juga bisa diakses oleh warga sekitar.

Perpustakaan yang memiliki pustakawan profesional, dilengkapi sarana dan prasarana yang memadai, seperti ruang baca luas, koleksi buku lengkap, bersih dan nyaman, memengaruhi minat warga untuk mengunjungi. Terlebih bila dilengkapi bahan bacaan lain, seperti surat kabar, tabloid, majalah, buku fiksi dan nonfiksi.
Khusus dalam bidang pendidikan di Jateng, secara umum kita melihat kondisi perpustakaan sekolah yang masih perlu pembenahan. Di samping pelayanan yang masih terbatas, koleksi buku sudah ketinggalan zaman, dan tidak bervariasi. Apalagi belum semuanya dilengkapi fasilitas penunjang yang kini dibutuhkan peserta didik, semisal jaringan internet.
Kita bisa melihat keseriusan pemerintah memberdayakan perpustakaan, salah satu sarana untuk mendukung kesuksesan gerakan membaca. Dalam Laporan Rencana Kerja Anggaran Kementerian Lembaga (RKAKL) 2014, pagu anggaran sementara Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) dalam RAPBN 2014 sebesar Rp 435 miliar.
Angka itu naik sekitar 2,5% dari APBN 2013, yakni Rp 424 miliar. Kepala PNRI Sri Sularsih mengajukan usul tambahan anggaran melalui inisiatif baru penganggaran 2014 sebesar Rp 290 miliar. Anggaran itu akan dialokasikan untuk membangun fasilitas layanan Perpusnas Rp 202 miliar, pengembangan perpustakaan digital Rp 17 miliar, dan bantuan pengembangan perpustakaan Rp 18 miliar (SM, 16/9/13).
Pemda juga perlu lebih mengoptimalkan peran institusi Perpustakaan Daerah (Perpusda) yang melayani masyarakat di pedesaan dengan menggunakan mobil perpustakaan keliling (perpusling) secara terjadwal. Namun di beberapa daerah, jumlah mobil perpusling masih terbatas.
Seluruh elemen masyarakat di Jateng seyogianya mendukung Gerakan Nasional Indonesia Membaca. Pemda juga harus memberikan dukungan, antara lain dengan merevitalisasi perpustakaan daerah, dan membangun fasilitas itu di kabupaten/kota yang belum memiliki. Termasuk memberdayakan taman bacaan masyarakat
— Ambijo, pengelola Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Sanggar Candra Buana Kebumen

Saya sebagai pelajar di dalam masyarakat yang menginginkan negara Indonesia dapat menjadi negara yang mampu bersaing dalam meningkatkan mutu dari segala aspek di era globalisasi sekarang ini, membuat beberapa kontribusi, jika saya mendapatkan kursi sebagai anggota DPR : (1). Tetap berada pada garis kedaulatan rakyat . Jelas dikatakan bahwa Indonesia adalah negara demokrasi, yaitu negara yang kekuasaannya ditangan rakyat, dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. (2). Meningkatkan mutu pendidikan nasional dan kualitas generasi bangsa dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga mampu bersaing dengan kecanggihan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kualitas suatu negara untuk menjadi maju dilihat dari kualitas para generasi bangsanya.
Sumber Referensi :
1. Khor,Martin.2002.Globalisasi & Krisis Pembangunan Berkelanjutan.Yogyakarta
2. Prof.Dr.Sritua,Arief.2001.Indonesia Tanah Air Beta.Muhammadiyah University Pers

3. Harian Online “SUARA MERDEKA” (16/09/13)

Baca Artikel Yang Kamu Suka

0 komentar