Menabung Sedari Dini, Menuai Manfaat di Masa Depan
April 13, 2017
Penulis : Rizka
Gusti Anggraini Sitanggang
Simpanlah
sebagian dari hartamu untuk kebaikan masa depan kamu,
karena itu jauh
lebih baik bagimu.
(HR. Bukhari)
Sebuah pembuka dari kalimat di atas
telah menggambarkan bahwa satu kebaikan sederhana yang bisa kita lakukan hari
ini adalah menyimpan sebagian dari harta kita. Kalau sekarang ini, kita lebih
sering menyebutnya dengan kata “menabung”. Defenisi menabung secara umum adalah
menyimpan uang atau menyisihkan sebagian dari apa yang kita peroleh. Bicara
soal simpan-menyimpan, tak jarang berujung pada rasa ‘was-was’ soal keamanan
uang kita. Ya tentu saja siapa yang tidak takut kalau uang yang sudah
dikumpulkan dengan penuh kesabaran, nyatanya harus lenyap begitu saja.
Cerita
soal menabung, saya punya pengalaman yang telah mengajarkan betapa nikmatnya
mengaplikasikan sebuah slogan lama “hemat pangkal kaya” dan “tidak apa sedikit,
toh lama-lama akan menjadi bukit”.
Dimulai dari masa kecil saya. Kebanyakan orang tua akan mulai mengajarkan
anak-anaknya bagaimana cara menabung. Tentu, demikian juga dengan Mama dan Papa
saya. Terhitung di usia 4 tahun saat pertama kali saya masuk Taman Kanak-Kanak
(TK), setiap harinya saya selalu diberikan uang saku nominal seribu rupiah.
Pada saat itu, jumlah segitu sudah cukup untuk membeli 4 buah gorengan di
kantin sekolah. Siapa anak yang tidak akan senang jajan setiap hari, begitu pun
terjadi dengan saya. Melihat kebiasaan boros saya yang suka menghabiskan uang
saku untuk beli jajanan, Papa mulai memberikan teguran. Tidak sekadar menegur,
melainkan menasihati saya.
“Papa
sama Mama kan setiap hari kasih kamu uang jajan. Iya, memang itu boleh dipakai
untuk beli jajan. Tapi kalau uangnya cuma dipakai buat jajan saja, kan sayang
tuh. Mending kamu jajan secukupnya, terus sisa uangnya ditabung. Kalau
nabungnya rajin, nanti kamu bisa punya uang sendiri. Kalau-kalau kamu mau beli
sesuatu yang kamu suka, bisa pakai uang sendiri kan. Gimana?”, nasihat Papa
diakhiri dengan sebuah pertanyaan yang lebih tepatnya tantangan kepada anaknya
sendiri.
Saya pribadi senang dengan
tantangan. Maka, malam itu juga seusai Papa memberi nasihat, saya berbisik
padanya, “Pa, besok saya kalau jajan cuma habis gopek saja deh. Setengahnya lagi saya tabung. Tapi besok pulang
sekolah, belikan celengan ya, Pa”. Tanpa berpikir panjang, Papa tersenyum dan
mengangguk tanda setuju. Menunggu hari esok rasanya sedikit panjang.
Cerita di atas itu awal mula saya
memberanikan diri untuk menjadi ‘berbeda’ dari teman-teman sekolahan yang masih
terbiasa dengan jajan banyak. Bulan ke bulan, celengan plastik kecil berbentuk
tabung pemberian Papa, mulai berisi dan bunyinya padat. “Asik, uangnya uda
banyak nih!”, pekikku dalam hati. Hingga akhirnya, di penghujung masa TK itu
–tepat satu tahun-, aku berkeinginan membeli tas sekolah model koper yang lagi
tren kala itu. Namun, dengan syarat bahwa tas itu dibeli menggunakan uang
sendiri. Mendengar niatan itu, Papa dan Mama sangat senang. “Papa bangga sama
kamu. Sudah pandai menabung”, kata Papa.
Hal kecil yang tak kalah membuat
saya semakin bersemangat menabung setelah itu adalah apresiasi dari kedua orang
tua dan tentu diri sendiri. Ya, saya mengapresiasi apa yang telah saya
putuskan. Meski niat awalnya adalah menjawab tantangan Papa, tapi justru itu
menjadi sebuah kebiasaan baik. Satu pelajaran yang saya ambil, bahwa menabung
itu akan menyenangkan bila dibiasakan.
Pun tak hanya menyenangkan, tentu
manfaat menabung sejak kecil juga telah saya rasakan. Menabung, membuat saya
belajar berhemat dan bertanggung jawab dalam memegang uang hingga mengelola
keuangan secara pribadi. Secara tak langsung, saya paham memberikan skala prioritas
untuk pemakaian uang. Saya bisa menentukan sendiri seberapa besar dari uang
yang diterima akan disisihkan untuk ditabung dan seberapa besar yang akan
dibelanjakan. Kemudian, saya jadi memiliki perencanaan keuangan terkait akan
digunakan untuk apa hasil tabungannya setelah terkumpul banyak.
Menghargai uang. Setelah merasakan
keseruan menabung sedari dini, saya menyadari bahwa untuk mengumpulkan uang
diperlukan pengorbanan dan waktu yang cukup lama. Belajar menabung juga
membantu saya belajar disiplin, karena untuk dapat menabung dengan konsisten
diperlukan kedisplinan menyisihkan uang secara teratur. Terakhir, menabung
membuat saya bangga karena di usia belia saya sudah bisa membeli sesuatu yang
saya inginkan menggunakan uang hasil tabungan sendiri. Hal sederhana yang bisa
saya lakukan sebagai bentuk pengabdian diri kepada orang tua.
Beranjak hingga jenjang Sekolah
Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP), menabung terus menjadi kebiasaan
yang tidak pernah saya lewatkan. Hingga akhirnya saat kelas 2 SMP, suatu hari sekolah
saya begitu ramai. Biasanya kalau ramai seperti itu tandanya akan ada acara.
Ternyata dugaan saya meleset sedikit. Bukanlah sebuah acara besar melainkan
semacam sosialisasi. “Wih ada Bank Sumut datang!”, teriak salah satu teman
saya.
Mendengar
kata “bank”, saya langsung menyergap ke arah pintu kelas dan melihat
kebenarannya. Saya berdecak kagum. Jujur saja, meskipun saya sudah kelas 2 SMP,
tapi saya hanya beberapa kali berkesempatan menemani Mama ke bank. Tapi
biasanya saya hanya menunggu di parkiran motor karena Mama mengatakan bahwa
keperluannya hanya sebentar.
Pegawai bank dengan seragam khasnya
mulai memasuki kelas per kelas untuk memaparkan tujuan kedatangan mereka.
Begitu rapi dan runtun penjabarannya sehingga saya tidak ada alasan untuk tidak
benar-benar fokus mendengarkan. Mulai dari penjelasan tentang pengertian bank,
sistem kerja bank, pengertian nasabah, hingga keuntungan yang diperoleh jika
menjadi nasabah di bank tersebut. Menariknya, mereka menyebutkan sebuah program
bernama “TabunganKu”, yang memang diperuntukkan untuk pelajar SMP.
TabunganKu
merupakan tabungan untuk perorangan dengan persyaratan mudah dan ringan yang
diterbitkan secara bersama oleh bank-bank di Indonesia guna menumbuhkan budaya
menabung serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Di
akhir sosialisasi, seorang pegawai menuturkan, “Bagi adik-adik yang mau langsung
mendaftar untuk menjadi nasabah, saat jam istirahat bisa langsung datang ke stand Bank Sumut ya di ujung lobi”.
Saat jam istirahat, saya ditemani seorang
teman langsung menyambangi meja stand
Bank Sumut. “Permisi, Bu. Saya mau mendaftar jadi nasabah”, kata saya. Dengan
cepat, beliau mengambil sebuah formulir pendaftaran nasabah dan saya mulai
mengisi kolom data satu per satu. “Nah, untuk program TabunganKu ini, harus ada
tanda tangan orang tua kamu ya. Berkas lainnya seperti fotokopi Kartu Keluarga
dan Kartu Tanda Penduduk orang tua kamu juga harap dilengkapi. Jadi, formulir ini
kamu bawa pulang dulu dan besok bisa kasih lagi karena stand kita akan buka selama tiga hari disini”, pinta beliau
kemudian.
Malamnya, saya mengutarakan hal yang
saya lakukan siang tadi kepada Papa dan Mama. Respon positif dari mereka sesuai
dengan ekspektasi saya. Mereka setuju, menandatangani isi formulir dan
memberikan saya uang Rp 100.000 sebagai dana awal. Sebenarnya, untuk membuka
rekening TabunganKu tidak harus nominal sebesar itu. Hanya dengan setoran awal
sebesar Rp 20.000, kita telah memiliki rekening TabunganKu. Untuk setoran
selanjutnya minimal Rp 10.000 dan layanan tersedia di seluruh kantor Bank Sumut
konvensional.
Esoknya, saya menyerahkan berkas-berkas
yang diminta dan setoran awal ke meja stand
Bank Sumut. Saya tiba-tiba tertegun kagum karena tidak lama kemudian,
pegawai bank tersebut memberikan sebuah buku tipis berbentuk persegi panjang
dengan motif bunga-bunga kuning emas dan di sudut kiri bertuliskan
“TabunganKu”.
“Ini buku tabungan kamu ya. Sudah
ada uangnya di dalam sebesar seratus ribu rupiah. Tidak ada uang administrasi
bulanan. Jadi, kamu enggak perlu takut kalau misalnya kamu tidak menabung dalam
satu bulan. Tidak ada pemotongan dana administrasi apapun juga. Kamu seperti
menabung sendiri. Bedanya, ini dipegang oleh Bank Sumut. Nama rekening kamu
‘Agusman Sitanggang QQ Rizka Gusti Anggraini’ ya. Kalau mau ambil uang, harus
bersama orang tua kamu. Tapi kalau mau menabung, kamu sendiri saja bisa”, papar
beliau.
Meskipun tanpa kartu ATM karena ini
memang program khusus anak-anak di bawah 17 tahun dan pelajar seusia saya,
tentu itu bukanlah masalah. Saya semakin tertarik ketika pegawai bank tersebut
memaparkan bahwa tabungan ini akan dipegang oleh Bank Sumut. Itu tandanya,
keamanan isi tabungan dan segala macamnya tidak perlu dirisaukan.
Selain
itu, dengan bunga simpanan yang menarik, justru lebih menguntungkan
dibandingkan dengan menyimpan uang di rumah. Ah, saya semakin bersemangat untuk
menabung. Jadi, setiap bulan saya tidak pernah absen menabung walau hanya
seratus ribu rupiah. Mama saya selalu menjadi teman ketika menyetor uang.
Orang
tua saya tidak perlu khawatir karena segala hal yang berkaitan dengan data diri
di bank adalah dibawah persetujuan mereka. Program rekening TabunganKu bisa
digunakan sampai kapanpun nasabah menginginkannya. Jika kemudian hari, si
nasabah ingin mengganti menjadi rekening umum dengan menggunakan ATM, tentu
sangat bisa. Uang nasabah di rekening TabunganKu tidak akan terpotong selain
untuk uang adminitrasi pergantian buku dan pindah rekening. Keuntungan yang
tidak perlu dipikirkan dua kali. Apalagi rekening TabunganKu bisa dikatakan
rekening pelajar. Jadi, buat orang tua yang ingin mengajarkan anak-anaknya
menabung di bank, segeralah ke Bank Sumut terdekat dan daftarkan si anak di
program rekening TabunganKu.
Keunikan
di setiap pengalaman menabung tentu menjadi keseruan tersendiri, terutama buat
saya. Sejauh ini, menabung di Bank Sumut tidak pernah membuat saya menyesal.
Selain pernah memiliki rekening TabunganKu, saya juga membuka rekening umum
yang bernama Martabe. Jadi, pengalaman menabung saya semakin mengasyikkan
dengan dua rekening. TabunganKu untuk tabungan tanpa takut biaya bulanan,
sedangkan Martabe untuk tabungan dengan menggunakan ATM jadi saya bisa tarik
uang kapanpun saya butuh.
Mengutip
dari kata bijak seorang B.J. Habibie bahwa salah satu kunci kebahagiaan adalah
gunakan uangmu untuk pengalaman, bukan gunakan uangmu untuk keinginan. Nah,
buat kamu yang belum menabung sama sekali, jangan tunggu besok-besok. Karena
ketika masa muda kita lewati dengan berupaya, masa tua kita akan kaya raya. Muda
menabung, tua beruntung.
Cerita ini didukung oleh Bank Sumut #ayokebanksumut, #banknyaorangsumut!
Cerita ini didukung oleh Bank Sumut #ayokebanksumut, #banknyaorangsumut!
1 komentar
Artikel yang menarik, coba di lihat juga artikel ini https://www.cekaja.com/info/pinjaman-dana-pendidikan-terjangkau
BalasHapus